Dikaji Adat nan ampek, itu pusako tanah Minang. Nak tuah cari sapakaik, nak cilako bueklah silang.!

Penghargaan Bugis Terhadap Minang kabau

Perantau Minang 
JIKA Bugis meninggalkan jejak di tanah Minang, dan tanah Melayu lainnya, maka di tanah Bugis, orang-orang Minang juga meninggalkan satu jejak harum yang dicatat dalam semua naskah-naskah sejarah orang Bugis dan Makassar. Jejak harum itu adalah kedatangan orang Minang untuk membawa Islam sebagai agama yang kemudian dianut mayoritas orang Bugis dan Makassar. Mereka adalah Datu Ribandang, Datuk ri Tiro, dan Datuk Patimang yang datang membawa Islam pada abad ke-16.
Sebelum islam datang, jejaknya lebih dulu ada. Sejarawan Mukhlis Paeni menyebutkan bahwa pada tahun 1542, seorang Portugis bernama Antonio de Paiva mendarat di Siang, sebuah kerajaan tua di pesisir selatan Makassar. De Paiva adalah orang Eropa pertama yang tinggal di Sulawesi. Dalam laporannya, Paiva menyebutkan bahwa ketika ia mendarat di Pulau Celebes (Sulawesi), ia telah bertemu dengan orang-orang Melayu di Siang. Mereka mendiami perkampungan Melayu dengan susuanan masyarakat yang teratur dan sudah berdiri Siang sejak tahun 1490.
Sejak abad 16, karya-karya sastra Melayu juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Bugis-Makassar. Bahkan ketika Kerajaan Gowa di Makassar berdiri dan di pucak kejayaannya, banyak orang Melayu yang memegang peranan penting di Istana Gowa. Bahkan Juru Tulis pada masa Sultan Hasanuddin adalah seorang Melalyu bernama Tji’Amien, yang kemudian menulis Hikayat Perang Makassar. Orang-orang Melayu memiliki banyak peran dalam dalam menjadikan Gowa sebagai sebagai pusat ilmu pengetahuan pada masa itu. Itu bisa dilihat pada syair: “Kamilah orang-orang Melayu yang mengajar anak negeri duduk berhadap-hadapan dalam persidangan adat, mengajar menggunakan keris panjang yang disebut tararapang, tata cara berpakaian dan berbagai hiasan untuk para anak bangsawan.” (lihat Ince Manambai Ibrahim, “Sejarah Keturunan Melayu di Sulawesi Selatan”)
Patut pula dicatat, sastrawan besar Tanah Bugis, yang menyalin ulang kitab I La Galigo (yang ditahbiskan Unesco sebagai karya sastra terpanjang di dunia) adalah Tjolliq Pujie atau Arung Pancana Toa. Nama lainnya adalah Ratna Kencana. Ibunya bernama Siti Jauhar Manikan, putri Inche Ali Abdullah Datu Pabean, Syahhandar Makassar di abad ke-19, orang keturunan Melayu-Johor berdarah campuran Bugis-Makassar.
***
HARI ini, film Tenggelamnya Kapal Van der Wijk diputar secara resmi. Saya melihat posternya di satu bioskop M-Tos di kota Makassar. Saya tiba-tiba saja mengingat ulang tentang novel ini yang menggambarkan tentang pertautan orang Bugis dan Minangkabau. Tak jauh dari bioskop itu, terdapat gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah yang bentuknya adalah rumah gadang khas Minangkabau.
1387255735960263190
gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Kota Makassar yang berbentuk rumah gadang, rumah khas Minang (foto: echopedian.blogspot.com)
Mengapa harus berbentuk rumah gadang? Salah seorang budayawan Sulsel mengatakan bahwa bentuk rumah gadang adalah pertanda jejak sejarah tentang sumbangsih berharga orang Minangkabau di tanah Makassar. Berkat orang Mibangkabau, Islam menjadi sendi dan napas kebudayaan masyarakat Bugis-Makassar. Orang Minangkabau telah menunjukkan jalan terang yang kemudian menjadi titian orang Bugis dan Makassar untuk mengarungi bahtera kehidupan.
Memang, Zainuddin, sosok dalam novel karya Hamka, bukanlah lelaki peranakan Bugis pertama yang merambah tanah Minang. Demikian pula ayah Zainuddin, Pendekar Sutan, bukanlah sosok Minang pertama yang merambah tanah Bugis. Mereka adalah bagian dari kisah-kisah tentang indahnya proses belajar, proses mengunjungi, serta proses saling memperkaya dua budaya, yang jejak harumnya masih bisa ditemukan di masa kini. Bahwa orang Bugis dan orang Minang terikat dalam satu tali-temali persaudaraan yang kuat, yang jejaknya bisa ditemukan dalam banyak literatur sejarah, serta dalam kisah-kisah kemanusiaan yang mengikat mereka sebagaimana dua kapal yang terus berjalan seiring dalam menghadapi tingginya gelombang samudera.
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment